Train Passenger  

Diposting oleh Aris Sumarwanto

India




Train in Jakarta


Tidak perlu diceritakan lagi, fasilitas transportasi di Jakarta memang memalukan. Baru setelah adanya Busway masyarakat Jakarta bisa sedikit berbangga. Namun hanya Sedikit.

Coba Anda perhatikan setiap kali kereta api melintasi jalan ibukota pada jam-jam sibuk. Anda sudah pasti akan melihat pemandangan yang luar biasa. Ratusan orang melakukan aksi nekat dengan duduk di atas gerbong-gerbong kereta api yang sudah begitu kuno dan ketinggalan jaman. Orang asing yang sedang berkunjung ke Jakarta mungkin akan berdecak kagum melihat pemandangan itu, “Wow. They’re so brave!” Well I don’t think it’s because they’re brave madam, but they are kepaksa.

Pada tanggal 29 Maret 2007 Detik.com memberitakan bahwa setiap hari jalur kereta api di Jabotabek dinaiki oleh 19 ribu penumpang gelap alias penumpang yang gak mau bayar. Luar biasa, 19 ribu orang tidak membayar fasilitas publik tersebut. Bayangkan berapa kerugian yang harus dialami oleh PT KA setiap harinya.




Apakah segitu susahnya mengatur orang Jakarta sampai-sampai PT KA harus mengalami kerugian yang begitu besar setiap harinya? Atau justru bukan penumpang gelap yang seharusnya disalahkan tapi PT KA? Mulai dari kondisi kereta api yang jauh dari kelayakan (tidak manusiawi bung!), jumlah petugas kereta yang tidak cukup serta tidak profesional, jumlah gerbong yang tidak memadai, hingga jadwal keberangkatan yang tidak pernah tepat waktu.Apa pun cerita dan alasannya, yang jelas kondisi transportasi kereta api di daerah Jabotabek bukan sesuatu yang dapat dibanggakan oleh masyarakat Jakarta. Pengelola PT KA dan masyarakat Jakarta sama-sama salah. Memang benar mayorits penumpang kereta api di wilayah Jabotabek adalah masyarakat menengah kebawah yang dihimpit oleh begitu banyak masalah ekonomi, namun apakah itu dapat dijadikan sebagai alasan untuk tidak terciptanya budaya tertib?Masyakarat Jakarta memang butuh Revolusi Budaya. Titik











Penumpang memadati gerbong kereta listrik (KRL)


di Stasiun KA (Kereta Api) Pasar Minggu,


Jakarta, 29 Maret 2001.








Passenger Train from India






When I arrived in Mumbai, I casually strolled over to the ATM with the intent of sliding my bank card in, pressing a few buttons, and yes, immediate cashification. No such luck. I kept get error messages (in Hindi) until I finally gave up and changed some cash at the exchange counter. I figured that maybe this ATM wasn’t international, or maybe I was pressing the wrong buttons, or maybe it just wasn’t my day…but I didn’t let it bother me. But it did start to bother me when I tried another ATM…with no luck…and another ATM…with no luck…and then another ad nauseum and infinitum. None worked. Usually this wouldn’t be such a big deal, but when you’re stuck in a foreign country with no cash it’s not very fun. So finally I called the bank and had my card fixed, and the kind lady even informed me that the Patriots had won on Sunday…whoohoo!!!



So enough about that. I’ve got money now. Time to discuss the train system. It’s quite nice, actually…you can read all about it at this
site. There are different types of classes that you can ride on…but.



They’re actually quite nice if you pay a little extra. Tomorrow I’ll be taking a night train north to see some more caves. Apparently it’s an UNESCO World Heritage site that shouldn’t be missed. I’ll see if that’s true or not in two days.

Last of all: jet lag. It’s been creeping up on me the past few days. I’ve been going to bed early and waking up early, which most of you know is not normal for me. I think today has been the first day where I’m feeling more at ease with the time change. I’ll still go to bed by 10, but hopefully I’ll wake up closer to 8am and not 4am like I’ve been doing.


Other than that, not much new to tell you. I took a bunch of videos today, which I’m uploading for you now, but it takes a while to upload. As soon as they upload I’ll post them to the site.

This entry was posted on Jumat, September 05, 2008 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar